Kamis, 19 Desember 2013

KONTROL PERNAFASAN

Pendahuluan

Respirasi dalam pengertian sebenarnya adalah pertukaran gas, dimana O2 yang dibutuhkan untuk metabolisme sel masuk ke dalam tubuh dan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, 2001) Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha kerja pernapasan.
Pengendalian dan pengaturan pernapasan dilakukan oleh sistem persyarafan, mekanisme kimia, dan mekanisme non kimia (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 2008). Sistem syaraf secara normal mengatur kecepatan ventilasi alveolus hampir sama dengan permintaan tubuh, sehingga tekanan O2 darah arteri (PO2) dan tekanan CO2 (PCO2) hampir tidak berubah bahkan selama latihan sedang sampai berat dan kebanyakan stress pernapasan lainnya (Fisiologi Kedokteran, 2005).

1.   Pengendalian Pernapasan Oleh Sistem Persarafan
Pengaturan pernapasan oleh persarafan dilakukan oleh korteks cerebri, medulla oblongata, dan pons.

a.   Korteks Cerebri
Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat volunter sehingga memungkinkan kita dapat mengatur napas dan menahan napas. Misalnya pada saat bicara atau makan.

b.   Medulla oblongata
Terletak pada batang otak, berperan dalam pernapasan automatik atau spontan. Pada kedua oblongata terdapat dua kelompok neuron yaitu Dorsal Respiratory Group (DRG) yang terletak pada bagian dorsal medulla dan Ventral Respiratory Group (VRG) yang terletak pada ventral lateral medula. Kedua kelompok neuron ini berperan dalam pengaturan irama pernapasan. DRG terdiri dari neuron yang mengatur serabut lower motor neuron yang mensyarafi otot-otot inspirasi seperti otot intercosta interna dan diafragma untuk gerakan inspirasi dan sebagian kecil neuron akan berjalan ke kelompok ventral. Pada saat pernapasan kuat, terjadi peningkatan aktivitas neuron di DRG yang kemudian menstimulasi untuk mengaktifkan otot-otot asesoris inspirasi, setelah inspirasi selesai secara otomatis terjadi ekspirasi dengan menstimulasi otot-otot asesoris.
Kelompol ventral (VRG) terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi. Pada saat pernafasan tenang atau normal kelompok ventral tidak aktif, tetapi jika kebutuhan ventilasi meningkat, neuron inspirasi pada kelompok ventral diaktifkan melalui rangsangan kelompok dorsal. Impuls dari neuron inspirasi kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mensyarafi otot inspirasi tambahan melalui N IX dan N X. Impuls dari neuron ekspirasi kelompok ventral akan menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi untuk ekspirasi aktif.

c.   Pons
Pada pons terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneutik dan pusat pnumotaksis. Pusat apneutik terletak di formasio retikularis pons bagian bawah. Fungsi pusat apneutik adalah untuk mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi dengan cara mengirimkan rangsangan impuls pada area inspirasi dan menghambat ekspirasi. Sedangkan pusat pneumotaksis terletak di pons bagian atas. Impuls dari pusat pneumotaksis adalah membatasi durasi inspirasi, tetapi meningkatkan frekuensi respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus dan teratur, proses inspirasi dan ekspirasi berjalan secara teratur pula.

2.   Kendali Kimia
Banyak faktor yang mempengaruhi laju dan kedalaman pernapasan yang sudah diset oleh pusat pernapasan, yaitu adanya perubahan kadar oksigen, karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah arteri. Perubahan tersebut menimbulkan perubahan kimia dan menimbulkan respon dari sensor yang disebut kemoreseptor.

Ada 2 jenis kemoreseptor, yaitu kemoreseptor pusat yang berada di medulla dan kemoreseptor perifer yang berada di badan aorta dan karotid pada sistem arteri.
a.   Kemoreseptor pusat, dirangsang oleh peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah arteri, cairan serebrospinal peningkatan ion hidrogen dengan merespon peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
b. Kemoreseptor perifer, reseptor kimia ini peka terhadap perubahan konsentrasi oksigen, karbon dioksida dan ion hidrogen. Misalnya adanya penurunan oksigen, peningkatan karbon dioksida dan peningkatan ion hidrogen maka pernapasan menjadi meningkat.

3.   Pengaturan Oleh Mekanisme Non Kimiawi
Beberapa faktor non kimiawi yang mempengaruhi pengatuan pernapasan di antaranya : pengaruh baroreseptor, peningkatan suhu tubuh, hormon epineprin, refleks hering-breuer.

a.   Baroreseptor, berada pada sinus kortikus, arkus aorta atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar. Baroreseptor berespon terhadap perubahan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah arteri akan menghambat respirasi, menurunnya tekanan darah arteri dibawah tekanan arteri rata-rata akan menstimulasi pernapasan.
b.   Peningkatan suhu tubuh, misalnya karena demam atau olahraga maka secara otomatis tubuh akan mengeluarkan kelebihan panas tubuh dengan cara meningkatkan ventilasi.
c.   Hormon epinephrin, peningkatan hormon epinephrin akan meningkatkan rangsangan simpatis yang juga akan merangsang pusat respirasi untuk meningkatkan ventilasi.
d.   Refleks hering-breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi mencapai batas tertentu terjadi stimulasi pada reseptor regangan dalam otot polos paru untuk menghambat aktifitas neuron inspirasi. Dengan demikian refleks ini mencegah terjadinya overinflasi paru-paru saat aktifitas berat.


TRANSPOR GAS PERNAPASAN

TRANSPOR GAS PERNAPASAN

A. Ventilasi, Difusi, transportasi, Perfusi
Ventilasi paru


Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas ke dalam dan keluar paru-paru.Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan pernapasan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servical
keempat.
Perpindahan O2 di atmosfer ke alveoli,dari alveoli CO2 kembali ke atmosfer. Faktor yang mempengaruhi proses oksigenasi dalam sel adalah :
a. Tekanan O2 atmosfer
b. Jalan nafas
c. daya kembang toraks dan paru)
d. Pusat nafas (Medula oblongata) yaitu kemampuan untuk merangsang CO2 dalam darah

Difusi gas
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.Difusi gas pernapasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membrane
Peningkatan ketebalan membrane merintangi proses kecepatan difusi karena hal tersebut membuat gas memerlukan waktu lebih lama untuk melewati membrane tersebut. Klien yang mengalami edema pulmonar, atau efusi pulmonar Membrane memiliki ketebalan membrane alveolar kapiler yang meningkat akan mengakibatkan
proses difusi yang lambat, pertukaran gas pernapasan yang lambat dan menganggu proses pengiriman oksigen ke jaringan.
Daerah permukaan membran dapat mengalami perubahan sebagai akibat suatu penyakit kronik, penyakit akut, atau proses pembedahan. Apabila alveoli yang berfungsi lebih sedikit maka darah permukaan menjadi berkurang O2 alveoli berpindah ke kapiler paru, CO2 kapiler paru berpindah ke alveoli. Faktor yang mempengaruhi difusi :

Luas permukaan paru
Tebal membrane respirasi
Jumlah eryth/kadar Hb
Perbedaan tekanan dan konsentrasi gas
Waktu difusi
Afinitas gas

Perfusi Perfusi pulmonal adalah aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal O2 diangkut dlm darah; (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%)
CO2 dlm darah ditrasport sbg bikarbonat
Dalam eritosit sbg natrium bikarbonat
Dalam plasma sbg kalium bikarbonat
Dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma
5 – 7 % = C02 larut dalam plasma
15 – 20 % = Carbamoni Hb (carbamate) = HbNHCO3
Hb + CO2 HbC0
– 80% = bikarbonat = HCO3
CO2 + H2O H2CO3 - H+ + CO3-

Tranport Gas
Gas pernapasan mengalami pertukaran di alveoli dan kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditransfer dari paru- paru alveoli dan kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditransfer dari paru- paru ke darah dan karbon dioksida ditransfer dari darah ke alveoli untuk dikeluarkan sebagai produk sampah. Pada tingkat jarinagn, oksigen ditransfer dari
darah ke jaringan, dan karbon dioksida ditransfer dari jaringan ke darah untuk kembali ke alveoli dan dikeluarkan.Transfer ini bergantung pada proses difusi.
Transpor O2 :
Sistem transportasi oksigen terdiri dari system paru dan sitem kardiovaskular. Proses  pengantaran ini tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), aliran darah ke paru-paru dan jaringan (perfusi), kecepatan divusi dan kapasitas
membawa oksigen. Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah hemoglobin dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen (Ahrens, 1990).
Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya sekitar 3%. Sebagian besar oksigen ditransportasi oleh hemoglobin. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen dan karbon dioksida. Molekul hemoglobin dicampur dengan oksigen untuk membentuk oksi hemoglobin. Pembentukan oksi hemoglobin
dengan mudah berbalik (revesibel), sehingga memungkinkan hemoglobin dan oksigen berpisah, membuat oksigen menjadi bebas.Sehingga oksigen ini bias masuk ke dalam
jaringan.
Transpor CO2
Karbon dioksida berdifusi ke dalam sel-sel darah merah dan dengan cepat di hidrasi menjadi asam karbonat(H2 CO3 ) akibat adanya anhidrasi karbonat. Asam karbonat kemudian berpisah menjadi ion hydrogen (H+ ) dan ion bikarbonat (HCO3-) berdifusi dalam plasma. Selain itu beberapa karbon dioksida yang ada dalam sel darah merah bereaksi dengan kelompok asam amino membentuk senyawa karbamino.
Reaksi ini dapat bereaksi dengan cepat tanpa adanya enzim. Hemoglobin yang berkurang (deoksihemoglobin) dapat bersenyawa dengan karbon dioksida dengan lebih midah daripada oksi hemoglobin. Dengan demikian darah vena mentrasportasi sebagian besar karbon doiksida.

B. Pengukuran volume paru
Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :
Volume tidal (TV) volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas.
Volume cadangan inspirasi (IRV) , volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah inhalasi normal
Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal
Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal
Kapasitas Paru
Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal
Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal
Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi normal
Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal
Typical Values (young adult male of average size)
TV = 0.5-0.6 L (liters)
IRV = 3.0 L
ERV = 1.3 L
RV = 1.2 L
VC = 4.8 L ( 5 Liters) VC = TV + IRV + ERV
TLC = 6.0 L TLC = VC + RV
= TV + IRV + ERV + RV
FRC = 2.5 L FRC = RV + ERV
IC = 3.5 L IC = TV + IRV

C. Pengaturan Pernapasan
Faktor lokal mengatur aliran darah (perfusion) dan aliran udara (ventilation).
Pada keadaan oxygen rendah : Kapiler alveolar konstriksi (perfusi menurun), dan pd keadaan carbon dioxide tinggi : bronchioles dilatasi (ventilasi meningkat).
Pusat pernapasan meliputi : 3 pasang nuclei pada reticular formation dari pons dan medulla oblongata.
Pengaturan Pernapasan
Ventilation (udara ke alveoli) – pergerakan udara masuk dan keluar paru
Minute volume
Perfusion (pertukaran gas paru - darah)
Tergantung pd perbedaan tekanan antara arteri pulmonary, vena pulmonary, tahanan vascular.

D. Jenis-jenis lokasi pusat nafas
Mekanisme pernafasan diatur oleh 2 faktor utama :
1. Pengendalian Oleh saraf
Pusat ritminitas di medula oblongata langsung mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas medula dipengaruhi pusat apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran bernafas dikontrol oleh korteks serebri.
2. Pusat Respirasi
a) Medullary Rhythmicity Area:
Area Inspirasi & ekspirasi
Mengatur ritme dasar respirasi
b) Pneumotaxic Area:
Di bagian atas pons
Membantu koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi
Mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru terlalu mengembang
c) Apneustic Area:
Membantu koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi
Mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi
E. Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan sbb:
Inspirasi (inhalasi) : masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Otot difragma kontraksi dan kubah difragma turun <> OtotRuang intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar <> udara masuk <> tekanan dalam alveolus menurun <> dalam dada membesar paru-paru
Ekspirasi (exhalasi): keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Otot difragma dan m. intercotalis interna relaksasi. Difragma naik, dinding dada masuk ke dalam dan ruang didalam dada mengecil tekanan dalam alveolus meningkat udara keluar dari paru-paru
Proses ekspirasi berlangsung pasif
Satu kali bernafas = 1 x inspirasi dan 1 x ekspirasi
Otot-otot yang membantu dalam respirasi:
Inspirasi meliputi:
Utama: Diafragma & intercostalis eksterna
Tambahan: sternocleidomastoideus, scalenus
Ekspirasi: intercostalis interna & otot abdominalis (rectus transversus & obliqus).

Gambaran Histologi Sistem Respirasi

Histologi sistem pernapasan

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.
epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet

1. Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal(berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.


epitel olfaktori, khas pada konka superior
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandungsel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikitkelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.



2. Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

3.Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori









4. TRAKEA
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.
epitel trakea dipotong memanjang


epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

6. Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

gambar : epitel bronkus

7. Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.


bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

9. Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.


10. Alveolus
Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

Gambar: sawar udara-kapiler

11. Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan elastin.












Referensi:
1. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54.
2. Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart: 

 Thieme; 2003.   p. 340-51

Mohon Komentarnya untuk Perbaikan : :)

Sabtu, 28 September 2013

Anamnesa

Anamnesis. Atau biasa juga disebut anamnesa. Ada yang tahu apa artinya?

Anamnesis itu adalah salah satu tahap dalam diagnosis kepada pasien oleh tenaga medis, yaitu dokter atau dokter gigi. Anamnesis merupakan tahap paling awal dan penunjang diagnosis yang paling utama.

Jadi nih ya, kalau kalian pergi ke dokter atau dokter gigi, terus mereka bilang, “Selamat pagi, Pak…. Selamat pagi, Bu…. Silakan duduk,” dengan wajah yang sangat ramah, itu bukan salah satu trik basa-basi, boi. Itu salah satu permulaan anamnesis.

Kemudian dokter itu mulai mencari-cari bolpoin dan kertas, dan mulai nanya-nanya, “Keluhannya apa, Pak?” sambil berharap si pasien menceritakan sejelas-jelasnya tentang kondisinya sesakit apapun dia. Ngaku deh, siapapun yang lagi sakit, apalagi kalo sakitnya lumayan parah, pasti dalam hati ngedumel kalo ada dalam situasi begini. Gini nih yang kadang bikin diagnosis dan pengobatan suatu penyakit nggak maksimal.

Jadi ya, aku bagi tau ya sama kalian semua, tahap-tahap dari penyembuhan suatu penyakit itu banyak, dan mau nggak mau harus diikuti secara sistematis. Pertama, biar sembuh ya berarti kalian harus sakit dulu dong. Hahaha…. Setelah sakit, terus (terpaksa) say hi sama dokter, ada yang namanya anamnesis tadi. Setelah anamnesis, dokter bakal periksa beberapa anggota tubuh kalian. Kalo’ sumber penyakitnya ketemu, kalian bakal dapat obat atau resep, jalan ke mbak-mbak resepsionis, dan boleh pulang setelah meninggalkan beberapa lembar berwarna merah (Duit 100 ribuan, rek!). Nah kalo’ dokternya ngerasa ada yang perlu dicek lebih lanjut, mungkin kalian bakal dapet sedikit obat dan surat pengantar untuk cek ke laboratorium atau usulan ke dokter lain, kemudian jalan ke mbak-mbak resepsionis, dan meninggalkan sedikit receh (ini hanya bisa terjadi kalau uang 100 ribuan ada dalam bentuk koin). Bedanya, kalau kasus pertama tadi, datang ke satu dokter itu bisa langsung get better, yang kedua ini masih harus dateng ke dokter lain atau lab, dan (lagi-lagi) harus meninggalkan pundi-pundi berharga di dompetnya. Hahaha….

So guys, anamnesis itu salah satu usaha buat mengkerucutkan tipe penyakit yang sedang kalian derita. It means kalian mempersingkat waktu kunjungan. Pada ngaku deh, kalian pada males kan ngunjungin dokter? Tapi jangan salah lho, dengan kalian mempercepat waktu kunjungan, itu berarti kalian juga mempersingkat waktu para dokter buat tatap muka sama kalian dan mempercepat dokter buat ketemu pasien lain. And it means, another income lah yaa… hahaha….

Kembali ke anamnesis. Jadi misalnya kalian bilang, “Dok, perut saya sakit,”. Yakin deh, tuh dokter pasti nanya, “Sakitnya kaya’ gimana mas? Kaya’ ditusuk-tusuk, atau diremes-remes, atau ditinju-tinju?”. Dan kalian pasti dengan males bakal bilang, “YA POKOKNYA SAKIT, DOOOK!!!” dengan wajah seperempat bingung, seperempat geli, dan setengah marah. Itu adalah jawaban yang salah! (Jadi, mau fifty fifty, phone a friend, or asking audience?)

Dan dokternya bakal menjelaskan dengan sabar, “Jadi gini mas, kalau kaya’ ditusuk-tusuk, mungkin ada masalah dengan pencernaan Anda bagian bawah. Bisa jadi konstipasi (susah BAB), atau lainnya,”

“Kalau kaya’ diremes-remes, Dok?” tanya kalian penasaran. “Bisa jadi masalahnya di pencernaan bagian atas, misalnya Anda kena maag, atau gastritis (radang pada lambung),”

“Terus kalau kaya’ ditinju-tinju?”
“Mungkin Anda sedang hamil, dan anaknya lagi nendang-nendang Mas!” Hahahaha…..

Yang terakhir tadi jelas bukan ya. Just an intermezzo. Oke, jadi udah dapat gambaran soal anamnesis kan?

Jadi, suatu hari di awal semester 3, aku dapat materi anamnesis itu. Excited lah pasti. Namanya juga nambah ilmu baru, yang katanya ini ilmu segala kunci. Kunci dapat banyak pasien, kunci mendiagnosis pasien, kunci mengobati pasien, dan kunci biar pasien datang lagi nanti. :D

Setelah beberapa kali kuliah pengantar, tibalah waktunya buat aku praktek. Mempraktekkan apa aku bisa terjun langsung menganamnesis pasien. Jatah waktu yang diberikan itu 1 kali seminggu, selama 3 minggu berturut-turut. Dan tiap latihan anamnesis itu, ada dosen pembimbing tiap kelompok yang bakal menilai kemampuan anamnesisku.

Minggu pertama, latihan anamnesis sesama teman. Jadi nanti aku sama temen aku sendiri gantian buat saling anamnesis. Kalau aku anamnesis, temenku yang jadi pasiennya. Kalau temenku yang anamnesis, aku jadi pasiennya. Hari pertama sih sukses. Kan aku bisa janjian sama temenku, ”Eh, nanti kamu pura-pura sakit apa? Biar ntar aku jawabnya cepet gitu loh,” hahaha…

Minggu kedua, masih sama teman sendiri. Tapi dirandom. Kalo’ minggu lalu aku bisa pilih temen buat aku ajak janjian dia mau sakit apa, kali ini nggak bisa.  Tapi untungnya kalo sesama temen masih gampang. Dia nggak susah-susah nanyanya. Penyakit(pura-pura)nya juga nggak aneh-aneh. Jadi misalnya, “Dok, gigi saya sakit!” terus aku jawab, “Yang mana? Coba dibuka dulu mulutnya!” “Yang ini, Dok!” sambil asal nunjuk gigi. “Mbaknya suka makan panas? Minum dingin? Makan manis-manis gitu?” Asal dia ngangguk aja aku cuma bilang, “Ya sudah, kalau begitu jangan makan panas atau minum dingin dulu. Terus dikurangi yang manis-manis. Jangan lupa obatnya diminum sampai habis,”. DONE, selesai sudah anamnesisnya. Dan angka 8 atau 9 pun menghiasi kolom penilaian dengan indahnya. 

Dan minggu ketiga, ini minggu penentuan. Apa aku bakal dapet nilai A untuk ketiga kalinya? Dan nggak cuma merpati, dosen pun tak pernah ingkar janji. Kalau mereka bilang bakal ada test, ya bener-bener ada test. Skenario untuk minggu ini adalah aku bakal menganamnesis ‘pasien sebenarnya’. Meskipun yang dinamakan ‘pasien sebenarnya’ ini adalah mahasiswa-mahasiswa co-ass alias para dokter muda, bukan pasien yang lagi dirawat di RSGM (Rumah Sakit Gigi dan Mulut) UNAIR.

Dan entah aku mimpi apa tadi malam, tapi aku bener-bener shock dengan ‘pasien’ yang aku dapat pagi ini. Namanya mas A***, mahasiswa FKG angkatan 2007. Orangnya ganteng, chubby, pakai kacamata, dan good looking. Awalnya pas aku tahu dia ‘pasien’ aku pagi ini, aku nggak ada feeling apa-apa nih. Tapi begitu dia mulai mendekat dan mengedipkan mata dengan nakal ke aku, baru aku tau ini pertanda nggak baik.
Eits, jangan negative thinking dulu ya. Yang aku maksud mengedipkan mata dengan nakal itu bukannya mesum ya. Tapi justru mata jail. Seakan-akan matanya itu bilang, “ABIS LO GUE KERJAIN PAGI INI!” sambil ketawa setan.

Mas A*** berjalan melintasiku dan pas sampai di sebelahku, dia berbisik, “Jadi kamu ‘dokter’ku pagi ini? Beware ya! Hahaha…”. Dan begitu dia ngobrol sama dokter pembimbing kelompokku untuk menyesuaikan skenario, aku sudah mulai berdoa dalam hati, “Ya Tuhan, berilah aku yang terbaik,”

Dosenku mengangguk-angguk tanda setuju dengan skenario yang dibuatnya. Dan…….it show time!!!
“Selamat pagi, saya dokter Anda pagi ini. Silakan duduk,” sapaku ramah pada mas A***. Ini caraku memulai anamnesis. Di luar dugaan, mas A*** tetep berdiri di pintu masuk kubikel. Aku mengulang sapaku, “Mari, silakan duduk,”

Dia menggeleng pelan sambil memasang wajah aneh. Aku diam sebentar sambil mikir, “Nih orang maunya apa sih?”

Tiba-tiba dosenku bilang, “Eh mbak, di skenario itu pasien kamu anak AUTIS,”. Aku shock setengah mati.

“Apa, Dok?” tanyaku untuk memastikan aku tidak sedang mengalami gangguan pendengaran.

“Iya, itu anak AUTIS. AUTISME. Tau kan apa itu Autis?”

“Eh, i..iya, Dok. Tau,” jawabku mulai gugup.

“Ya sudah, lanjutkan lho,” ucapnya enteng sambil mencoret-coret lembar nilaiku. “What the…..?? God, Kau tak akan mengujiku di luar batas kemampuanku kan?” protesku dalam hati.

Akhirnya ku turuti saja skenario mas A***. “Ayo dek, masuk dulu ke sini, ya? Kita lihat giginya dulu,” ucapku sambil menuntun mas A*** yang lagi pura-pura bego. Dalam hati aku marah-marah nggak karuan lah. Udah ngerepotin, minta digandeng pula. Curi-curi kesempatan banget. Kalau nggak demi lulusnya aku di mata kuliah ini, males juga gandeng-gandeng dia.

Niatnya, ‘pasien autis’ku mau ku dudukkan di kursi di depan meja anamnesis. Tapi dia NGGAK MAU! Coba bayangkan penderitaanku! Dia bilang, “Nggak mau. Aku maunya duduk di kursi itu,” ucapnya cadel sambil menunjuk dental chair. Aturan bakunya adalah harusnya pasien didudukkan di kursi biasa dulu untuk dianamnesis, lantas dipersilakan ke dental chair untuk dilakukan penanganan. Tapi khusus pasien gelo yang satu ini, aturan anamnesis bisa dirubah.

“Ya sudah, yuk duduk sini,” ucapku sambil menggerutu dalam hati. Sudah duduk di dental chair pun masih merepotkan. Tangannya kelayapan kemana-mana. Meraih-raih alat-alatku, main-mainin saliva ejector. “Adek, diem sebentar ya. Kita lihat giginya dulu,”

“Tadi ke sini sama siapa?” tanyaku pada ‘pasien autis’ itu untuk sekedar menambah nilai. Hahaha….
”Sama kucing,” jawabnya masih dengan cadel. See, mana ada orang datang ke dokter gigi dianter KUCING!

“Lho, Mamanya kemana, dek?” tanyaku. “Di rumah,” jawabnya singkat.

“Kok nggak dianter Mama? Mamanya ngapain?” tanyaku sambil menulis-nulis di dental record. “Mamaku lagi mainan kucing,”

DAMN..!!!

Dia kemudian meraih-raih jas labku. “Tante dokter kenapa jasnya warna putih?” tanyanya. “Oh, iya,” jawabku tersenyum memaksa. GUE NGGAK PUNYA IDE MAU JAWAB APAA….

“Nggak takut kena kotor? Nanti kalo kena kucingku gimana?” ucapnya dengan mengedipkan mata ke arahku. Sekedar tau ya, posisi dia itu berhadapan denganku tapi membelakangi dosenku. Jadi, dia bisa menggodaku dengan mimik mukanya yang menjengkelkan, tapi aku nggak bisa membalasnya. Soalnya dosenku ngelihatin aku terus.

“Memangnya kucingnya lagi di mana, dek?” tanyaku. “Itu, di bawah keset,” ucapnya innocent. KUCING MANA YANG HOBI NONGKRONG DI BAWAH KESET COBA??? KALOPUN HOBI, KESET APA YANG BISA NAMPUNG KUCING, SETIPIS APAPUN KUCING ITU!!!!

“Oke, jadi giginya kenapa? Yang sakit yang mana?”

“Nggak ada yang sakit,”. Jawabnya singkat. See? Huaa,,,,darah tinggi gue!

“Saya boleh lihat giginya ya,” ucapku setengah merayu sambil mencoba membuka mulutnya. Dia menggeleng.

“Jangan Tante, pipiku sakit soalnya,”

“Cuma dilihat kok, nggak sakit,” rayuku.

“Biasanya kalo’ pipiku sakit, sama Mama digini-giniin,” ucapnya sambil mengusap-usap pipinya sendiri. Aku makin gemes sama mas A*** ini. Maunya apa sih nih orang.

Dan pembaca, akhirnya ku usap-usap juga pipinya itu. Tapi Tuhan sedang baik padaku rupanya. Setelah itu pasien ini mulai kooperatif denganku. Sudah cukup 20 menit bersamanya. BIG ENOUGH!

Setelah diagnose selesai, ku persilakan dia turun. “Tante sudah selesai periksanya. Turun dulu ya dek. Nanti Tante kasih obatnya.”

“Nggak mau. Enakan di sini. Adem. Empuk,”

“Iya, nanti ke sini lagi, ya,” bujukku.

“Boleh ketemu Tante Dokter Cantik lagi?” tanyanya dengan cadel sambil mengedipkan sebelah mata. Aku
melotot padanya setelah ku pastikan dosenku tidak sedang melihatku. Dia tertawa tertahan.

“Oke, cukup mbak!” Kata dosenku.

Alhamdulillah….cukup 20 menit saja Kau mengujiku.

Setelah 5 menit evaluasi dari dosen, aku dipersilakan keluar ruangan. Mas A*** membuntutiku. “Maaf ya, Han,”

“Maaf? Enak aja! Nyaris copot jantungku kalo aku nggak bisa jawab pertanyaan mas,”

“Yah, pembelajaran buat kamu lah, Han. Nanti kalo udah jadi dokter malah macem-macem pasien kamu,”

“Iya deh, makasih,” jawabku sewot.

“Lain kali, aku siap kok kalo mau simulasi anamnesis lagi. Tinggal pilih, kamu mau aku jadi pasien apa. Pasien autis udah. Besok-besok apa? Pasien bawel? Ibu-ibu hamil? Atau…secret admirer? Hahaha….”
(--)”